Kasih Sayang Orang Tua



Aku dan kakaku beda 3 tahun. Dia meninggal dunia berusia 6 tahun dan mamiku usianya 50 tahun. Kepergian mereka membuat papi sempat stress berat. Aku tahu dari tanteku yang merawatku. Sebagai supir taksi dan mamiku mengajar di sekolah dasar sebagai guru sebenarnya kehidupan kami lumayan sederhana. Tidak kekurangan soal pangan, papan, atau sandang.

Soal kematian mamiku dan kakakku aku tidak pernah diceritai atau diberitahu mengapa mereka berdua meninggal dunia. Tanteku dan saudara-saudara dari papi  mereka selalu mengatakan hal yang sama yaitu terkena penyakit. Papi juga tidak pernah sekalipun bercerita tentang mamiku atau kakakku. Aku jarang sekali mendengar cerita yang bertopik mamiku atau kakakku.

Kadang aku sendiri lupa karena papi atau saudaraku dari mami juga merahasiakan kematian mami dan kakakku. Umur 3 tahun terlalu kecil untuk mengingat masa lalu. Bahkan dirumahku yang kecil ini tak aku temukan foto tentang masa laluku bersama orang tuaku, foto sama kakakku juga tidak ada. 

Di rumahku tidak ada foto keluarga. Yang ada hanya sebuah tulisan dan tulisan yang di tulis papi di sebuah papan tulis. Setiap hari papi menulis yang berbeda. Bisa puisi, cerpen, atau syair lagu. Di rumahku ada papan tulis white board sebesar ukuran lemari ukuran 2m x1m dan buku-buku bacaan. Papi membiasakan aku menyukai baca buku sejak aku kecil dan mengajariku menulis di papan tulis.

Semua buku-buku dan papan tulis masih ada hingga aku menginjak remaja. Sekali lagi tak ada foto keluarga atau fotoku sendiri. Jadi aku tak memiliki foto album kecuali fotoku hitam putih untuk rapor. Aku pernah bertanya kepada papi ketika aku duduk di bangku kelas 5.

“Papi, aku ingin punya foto diriku dan kupasang di kamarku. Ya mirip film-film ituloh..papi.”

Papi hanya tersenyum lalu menjawab penuh kasih sayang.

“Papi lebih suka melihatmu daripada fotomu. Kalau fotokan tetap seperti itu, tidak berubah, mirip benda mati yang tak berfungsi. Papi lebih senang melihatmu setiap hari, setiap detik kamu selalu berubah.”

Aku masih penasaran dengan jawaban itu.

“Maksud papi apa koq aku setiap detik berubah,”

Hem……papi kemnbali tersenyum lalu menjawab pelan dan menurunkan nada suaranya,

“Lihat dirimu sendiri, kalau bangun pagi kamu lumayan bau badannya kemudian kamu mandi waduh…seger sekali baunya..lalu pulang sekolah waduh…bau lagi…rambutmu juga kacau.’


Kami tertawa setelah papi menjelaskan alasannya. Masuk akal juga. Jawab itulah kira-kira yang dijawabnya kalau ingin sebuah foto. Jadi setiap hari aku harus membaca dan menulis tentang apa yang aku rasakan. Tak heran kemampuanku membaca dan menulis lebih jago daripada teman-temanku di kelas sejak TK hingga SMA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Tanpa Kejujuran

Tampil Cantik Tanpa Make Up

Cintaku Tak Terbatas Waktu